Aku menatap langit pagi yang memerah
sama sekali tak cerah
penuh gumpalan awan
siap menurunkan hujan tiba-tiba
Ketika aku melihat itu semua
anganku berbisik awan itu wajahmu
lantas, harus percayakah aku?
aku tersenyum pada diriku sendiri
Sembari mengalihkan pandangan
mataku menumbuk pada telepon dalam genggaman
dalam hati aku berharap
sebagaimana harapanku setiap hari setiap pagi
telepon itu berbunyi
agar ku dapat dengarkan suaramu
Nyatanya sia-sia saja
bukan harapanku tak terwujud
tapi asaku belum sampai
dan sungguh ...
aku masih terus berharap
Seolah menjadi awal jawaban
titik pertama gerimis jatuh di telapak tanganku yang
terbuka
aku menggenggamkan tanganku
berlari mencari tempat berteduh
suara telepon berbaur dengan gerimis yang menderas
aku menjawab dengan hati bertanya
mengapa di saat seperti ini?
Di sini
sedang hujan
rupanya
di tempatmu juga
karena
itu, aku meneleponmu
karena
hujan yang mempertemukan kita
hujan
yang menghubungkan kita ...
Sungguh,
aku tidak pernah lupa
kau
juga mengingatnya, kan?
aku
percaya padamu
aku
harap kau juga padaku
kau
bisa mendengarku?
Air mataku tumpah
seperti hujan yang tercurah dari langit
tanpa aku harus berucap
itu sudah cukup mengungkapkan
betapa aku selalu percaya padamu
Jika sekarang hujan mulai mereda
maka seiring terputusnya aliran air mata
ketika kita tidak saling bicara lagi
aku kembali menapakkan kaki
di jalan beraspal
yang masih basah oleh air hujan
Saat hujan mulai turun, telepon itu berbunyi.
ReplyDelete